Tuesday, June 23, 2015

Tradisi Upacara Adat Suku Sumbawa NTT



TRADISI DAN UPACARA ADAT
SUKU SUMBAWA (NTT)

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                             
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang kaya akan budaya dan daerah pariwisata yang tersebar dari sabang hingga merauke. Keragaman budaya yang dimiliki menjadikan Indonesia salah satu pusat tujuan wisata masyarakat dunia. Hal tersebut didukung oleh suasana dan kondisi alam serta masyarakat penghuninya yang memilki budaya dengan karakteristik yang unik dan beraneka ragam antara pulau yang satu dengan yang lainnya.
Selain keindahan alam, Nusa Tenggara Barat kaya akan kultur atau budaya masyarakat yang mendiaminya yang masih begitu kental dengan adat istiadat yang dianut sejak zaman nenek moyang terdahulu.
Sama halnya dengan daerah-daerah lain di Nusa Tenggara Barat, daerah Sumbawa juga memiliki kebudayaan yang menjadi ciri khas masyarakat Sumbawa. Masyarakat Sumbawa biasa di sebut dengan “Tau Samawa”. Para tau Samawa pada zaman dahulu memiliki berbagai macam kebudayaan dan kesenian.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan tugas mata kuliah ilmu budaya dasar khususnya tentang pembahasan keragaman budaya Nusa Tenggara Barat. Melalui makalah ini, penulis mencoba untuk memberikan pengetahuan mengenai kebudayaan NTB dan juga sebagai generasi penerus bangsa senantiasa diharapkan untuk melestarikan budaya kita ini agar tidak punah dan tidak diambil oleh negara lain.

BAB II
SEJARAH / ASAL USUL
Gambar 1 Suku Sumbawa
2.1. Sejarah
Penduduk asli Sumbawa berpindah dari Semenanjung Sanggar ketempat pemukimannya yang baru yaitu Sumbawa. Penduduk Sumbawa yang bermukim lebih awal dan selanjutnya menjadi penduduk asli kemudian berpindah ke wilayah pedalaman dataran tinggi pegunungan Ropang, Lunyuk dan bagian selatan Batu Lanteh untuk mencari hunian baru. saat itu Tau Samawa masih menganut aliran animisme yang cenderung beranggapan bahwa wilayah pegunungan memiliki kekuatan yang dapat melindungi mereka.
Sumbawa atau Semawa mendiami Kabupaten Sumbawa di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jumlah populasinya sekitar 190.000 jiwa. Mereka menggunakan bahasa Semawa yang terdiri atas beberapa dialek, yaitu dialek Semawa, Semawa Taliwang, Semawa Baturotok atau Batulante, Ropang Suri, Selesek, Lebah, Dodo, Jeluar, Tanganam, Geranta dan Jeruweh. Dalam kehidupan sehari-hari dikenal bentuk bahasa halus dan bahasa kasar.
2.2. Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama masyarakat suku ini adalah bercocok tanam di sawah dan di ladang. Selain itu masih banyak di antara mereka yang melakukan pekerjaan berburu, menangkap ikan dan meramu hasil hutan. Pekerjaan lainnya adalah menganyam barang dari daun pandan dan lontar serta menenun kain dengan motif tradisional.
2.3. Agama
Sumbawa sangat kental dengan nuansa Islam, sehingga dalam kehidupan beragama atau hukum pada setiap desa terdapat seorang pemimpin yang dinamakan penghulu, lebe, mudum, ketib, marbot, dan rura. Masyarakat Sumbawa juga mewarisi pelapisan sosial dari masa Kesultanan Sumbawa yang ditandai dengan munculnya tiga golongan, yakni golongan bangsawan yang bergelar dea atau datu, kedua golongan merdeka atau tau sanak, dan ketiga golongan masyarakat biasa yang tidak merdeka atau tau ulin abdi.

BAB III
TRADISI SUKU
3.1. Upacara Nyorong
 Gambar 2 Upacara Nyorong

Upacara Nyorong merupakan salah satu prosesi pernikahan putra-putri sumbawa (tau samawa) Nusa Tenggara Barat. Upacara nyorong ini di laksanakan setelah bakatoan (lamaran). pihak laki-laki di terima oleh orang tua si wanita yang kemudan di teruskan dengan cara basaputis ( memutuskan ). Di dalam acara basaputis inilah di tentukan hari-hari baik untuk melaksanakan acara nyorong dalam sebuah prosesi pernikahan masyarakat samawa. Disini tau samawa hanya mengenal istilah nyorong meliputi barang yang diantar, orang yang mengantar dan pihak yang menerima.
3.2. Musik Tradisional
Gambar 3 Musik Tradisional

Musik tradisional Sumbawa merupakan musik ritmis, atau musik yang aksentuasinya lebih pada irama, bukanlah musik melodius. Dalam Musik Etnik Sumbawa tidak terdapat gamelan seperti musik daerah Bali, Lombok maupun Jawa. Gamelan bagi daerah-daerah tersebut selain berfungsi sebagai pembawa melodi (alunan), juga sebagai ‘roh’ musik, berbanding terbalik dengan Musik Tradisional Sumbawa yang  alat  musik  utamanya  justru  adalah genang (gendang)  yang berfungsi sebagai pembawa ritme atau pemimpin irama. Sebagai sebuah musik ritmis, Musik Daerah Sumbawa kaya dengan irama yang terwakilkan dalam temung (jenis pukulan), baik temung yang terdapat pada genang, rebana, palompong, dsb. Dalam Musik Tradisional Sumbawa, keberadaan serune yang merupakan satu-satunya alat musik tiup yang memiliki notasi yang paling sering digunakan, hanya berfungsi untuk memberi nuansa melodis, namun alunannya tetap mengikuti alur musik yang dibuat oleh genang sebagai pemimpin irama.

3.3. Main Jaran
Gambar 4 Main Jaran

Berdasarkan wujudnya kebudayaan ada dikenal dengan wujud kebudayaan nonmaterial. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu, tarian tradisional dan permainan (Wikepedia: 23-11-2011). Dalam kebudayaan Sumbawa memiliki suatu permainan yang dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka. Permainan tersebut adalah main jaran ‘pacuan kuda’. Main jaran merupakan suatu permaian keahlian memacu kuda oleh seorang joki. Permainan ini sangat digemari oleh masyarakat setempat bahkan masyarakat dari luar pulau Sumbawa sengaja datang untuk menyaksikan kegaitan permainan tersebut.

3.4. Barapan Kebo

Gambar 5 Barapan Kebo

Barapan kebo adalah event tradisional para sandro, Joki dan Kerbau terbagus saat tiba musim tanam sumbawa. Tradisi Barapan Kebo tidak hanya diselenggarakan di Pamulung akan tetapi eksis juga di Desa Moyo Hulu, Desa Senampar, Desa Poto, Desa Lengas, Desa Batu Bangka, Desa Maronge hingga Desa Utan sebagai event budaya khas Sumbawa. Barapan Kebo atau Karapan Kerbau ala Sumbawa ini diselenggarakan pada awal musim tanam padi. Lokasi atau arena Barapan Kebo adalah sawah yang telah basah atau sudah digenangi air sebatas lutut. Perlakuan pemilik kerbau jargon Barapan Kebo sama seperti perlakuan audisi Main Jaran. Kerbau­kerbau peserta dikumpulkan 3 hari atau 4 hari sebelum event budaya ini digelar, untuk diukur tinggi dan usianya. Hal ini dimaksudkan, agar dapat ditentukan dalam kelas apa kerbau­kerbau tersebut dapat dilombahkan. Durasi atau lamanya event adalah ditentukan dari seberapa banyak jargon Kerbau yang ikut dalam event budaya Barapan Kebo

BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan itu merupakan bentuk dan kreasi dari masyarakat dari penduduk tersebut, dimana memiliki ciri-ciri khas tentang kebudayaan tersebut. Ada pun kebudayaan – kebudayaan tersebut sudah sejak lama dikenal dan dilakukan sehingga telah menjadi suatu tradisi yang dilakukan secara turun-temurun dikalangan masyarakatnya, dan dari kebudayaan tersebut patut bisa di jaga dan di lestarikan oleh masyarakat daerah itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa daerah Nusa Tenggara Barat memiliki beraneka ragam kebudayaan. Seperti halnya dengan Suku Sumbawa atau Tau Samawa, Mulai dari upacara adatnya, dan tradisi yg melekat pada masyarakatnya.
Oleh karena itu sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus bangsa tidak mengetahui tentang kebudayaan daerah ini. Semoga suku budaya di daerah Nusa Tengggara Barat ini tidak pudar.



DAFTAR PUSTAKA
http://suku-dunia.blogspot.com/2015/01/sejarah-suku-sumbawa.html
http://sejarahini.blogspot.com/2013/06/sejarah-singkat-pulau-sumbawa.html
http://samawasamawa.blogspot.com/2011/12/musik-tradisional-sumbawa.html
http://gokilgila.blogspot.com/2012/01/kebudayaan-suku-tau-samawa-suku-sumbawa.html
http://sosbud.kompasiana.com/2012/11/02/budaya-samawa-sebagai-cermin-keluhuran-bangsa-500112.html
http://detydadarasamawa.blogspot.com/p/blog-page_27.html

Rumah Adat Musalaki



RUMAH ADAT MUSALAKI (NTT)

  
BAB I
PENDAHULUAN
                                                                             
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik berupa fisik maupun non fisik. Budaya yang berupa fisik dapat dirasakan oleh panca indra kita, dapat dilihat, dirasakan secara langsung.
Salah satunya adalah arsitektur tradisional yang berupa bentuk rumah tradisional yang beragam dan tersebar di seluruh nusantara. Dalam arsitektur tradisional di tiap daerah di nusantara selalu ada yang menjadi ciri khusus baik dilihat dari material dan bentuknya sebagai identitas lokal yang khas daerah tersebut.
1.2. Definisi dan Jenis Bangunan
Seperti halnya daerah yang lain, kota Nusa Tenggara Timur (NTT) juga memiliki arsitektur tradisional berupa Rumah Tradisional Musalake yang hadir dengan gaya yang berbeda sesuai dengan kultur budaya dan alamnya.
Rumah tersebut merupakan rumah adat suku Ende Lio yang berada di kabupaten Ende.  Musalaki itu sendiri artinya Mosa Laki (Kepala Suku) sehingga rumah tersebut merupakan rumah tempat Kepala Suku untuk melakukan ritual upacara-upacara ritual atau untuk bermusyawarah.
Bagi masyarakat Suku Ende Lio Rumah Tradisional Musalaki merupakan bangunan yang mempunyai keunikan struktur konstruksi tersendiri dengan bangunan lainnya karena rumah tersebut khusus untuk kepala suku saja. Ciri khas bangunan Musalaki adalah bangunannya berbentuk persegi panjang yang mempunyai empat sudut utama masing – masing..
Bangunan Musalaki tidak memiliki dinding sebagai pembatas ruang. Hal itu ditunjukan di beberapa sambungan kayunya yang tidak menggunakan paku maupun baut baja, melainkan kayu.







Gambar Rumah Musalaki





BAB II
TIPOLOGI

1.1.  TIPOLOGI BANGUNAN

Tipologi adalah nilai yang disebutkan Rossi dan Leon Krier sebagai sebuah analisis yang akurat untuk bentuk arsitektur dan urban, yang juga menyediakan jasa rasional dalam desain. Dalam ilmu arsitektur kita mengenal dengan tipologi bentuk.
 Menurut Anthony Vidler tipologi bangunan adalah sebuah studi atau penyelidikan tentang penggabungan elemen-elemen yang memungkinkan untuk mencapai atau pendapatan suatu klasifikasi organism arsitektural melalui tipe-tipe. Mengidentifikasikan sesuatu perbuatan atau mengintisarikan, yaitu penamaan yang berbeda, masing-masing dapat diidentifikasikan, menyusunnya dalam kelas-kelas dan membuat perbandingan.
Tipologi dapat mengidentifikasi perubahan-perubahan yang terjadi dalam satu objek dan analisa perubahan tersebut menyangkut bentuk dasar objek atau elemen dasar, sifat dasar, fungsi, objek serta proses transformasi bentuknya.

1.2.  STRUKTUR DAN KONSTRUKSI BANGUNAN

Struktur berkaitan erat dengan pemahaman anatomi bangunan, yang dikategorikan dalam dua kategori, yaitu: sub-structure (struktur bawah) dan upper-structure (struktur atas). Konstruksi berhubungan dengan metode, teknik atau cara, misalnya: mengikat, mengangkat, menyambung dan lain-lain. Berikut ini adalah struktur konstruksi rumah tradisional Musalaki Suku Ende Lio.

A. Struktur Bawah Musalaki

1. Struktur Kuwu Lewa (Pondasi)
Pondasi pada bangunan rumah Musalaki menggunakan batu lonjong yang dipasang berdiri secara vertikal. Pondasi dalam bahasa Ende Lio disebut leke lewu yang berartikan tiang kolom pondasi. Bentuk dari pondasi rumah Musalaki yang unik yaitu kolom bangunan hanya diletakkan diatas sebuah batu datar yang sudah terbentuk di alam. Tujuan pembuatan pondasi seperti ini adalah untuk menghindari keretakan atau pada kolom bangunan pada saat terjadi gempa, sedangkan bentuk lantai panggung bertujuan untuk memungkinkan sirkulasi udara dari bawah lantai dapat berjalan baik, sehingga kemungkinan terjadi kelembaban pada lantai bangunan Musalaki dapat dihindari.


Gambar 2 Struktur Kuwu Lewa

2. Struktur Maga (Lantai)

Lantai rumah tradisional Musalaki dalam bahasa Ende Lio biasa disebut maga yang terbuat dari bilah papan yang disusun sejajar satu arah. Struktur lantai pada Musalaki terdiri dari dua bagian yaitu lantai tenda teo (teras gantung) dan lantai koja ndawa (lantai ruang dalam) yang membedakan keduanya adalah beda tinggi lantai tersebut. Alasan pembuatan lantai dari bilah papan adalah seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu agar udara yang melewati kolong rumah dapat masuk ke ruang atas, selain itu dengan menggunakan lantai papan, tingkat kelembapan di dalam bangunan tradisional Keda juga akan berkurang, mengingat ketinggian lantai rumah tradisional Keda tidak seperti rumah tradisional lain pada umumnya yaitu berkisar antara 60 – 100 centimeter dari permukaan tanah.

B. Struktur Atas Musalaki

1. Strukur Atas Lantai adalah Wisu (tiang kolom tak berdiding)

Pada bangunan tradisional Musalaki struktur atas lantai mempunyai empat buah wisu (tiang kolom) penyangga yang ditopang dari isi ine wawo (balok kayu palang bagian atas) yang memiliki panjang ± 400 cm yang ditopang juga isi mbasi (balok kayu palang bagian bawah) yang panjang ± 450 cm . Bangunan Musalaki tidak mempunyai dinding pembatas ruang. Tinggi masing - masing tiang kolom bangunan Musalaki ± 120 cm dimana bentuk dari kolom berbeda dengan kolom bangunan lainnya. Tiang kolom berbentuk bulat di bagian bawah dan bagian atasnya berbentuk menyerupai sebuah kerucut segi empat. Pada masing – masing kolom mempunyai ciri khas ukiran yang mempunyai filasofi bagi masyarakat Suku Ende Lio.

Diantara tiang kolom samping kanan dan samping kiri Musalaki terdapat leke raja yaitu satu tiang badan rumah yang panjangnya ± 120 cm, letaknya di bagian tengah yang menghubungkan dengan tiang mangu yang panjangnya ± 450 cm untuk menahan bubungan yang membentuk atap rumah atau ubu  yang diikat oleh isi mbasi wawo (balok kayu palang bagian atas) yang memliki panjang ± 650 cm. Untuk rumah Musalaki tiang leke raja dan tiang mangu menjadi satu tiang dan kayu palang menghubungkan tiang mangu yaitu saka ubu, kedua tiang leke raja ini dipasang dengan menggunakan seremonial adat Suku Ende Lio. Pada tiang leke raja dan mangu mempunyai seni ukiran simbol binatang reptil dan binatang lainya.


Gambar 3 Struktur Wisu
2. Struktur Atap

Struktur rangka atap merupakan struktur bagian atas bangunan Musalaki. Tiang mangu (tiang nok) pada bagian struktur rangka atap Musalaki berfungsi sebagai pembentuk struktur kuda – kuda yang dihubungkan dengan saka ubu (bubungan). Struktur kuda – kuda pada bagian rangka atap Musalaki disebut jara yang merupakan kayu palang yang menghungkan antara ujung tiang mangu atau leke raja untuk membentuk bubungan atap Musalaki. Pada bagian struktur atap  ria terdapat juga pella yang merupakan kayu palang yang membentuk sudut bubungan yang menghubungkan tiang mangu atau leke raja dengan tiang wisu (kolom).

Pada bagian struktur rangka atap terdapat lare serta juga eba (gording) yang terbuat dari bilah bambu yang panjang dan letaknya sejajar dengan gola yang merupakan kayu palang membentuk segi empat persegi sebagai penyanggah kuda – kuda dan pella, jaraknya berdekatan atau disesuaikan dengan Ngu Ki (alang-alang penutup atap). Struktur yang terakhir adalah ate ubu (atap) yang bahannya adalah nao (ijuk) sebagai pengikat dan ki (alang-alang) yang dipasang secara berselang seling dari bawah ke atas.


1.3.  FILOSOFI

Bentuk rumah adat Musalaki persegi empat dengan atap yang menjulang tinggi sebagai simbol kesatuan dengan sang pencipta. Bentuk atap diyakini memiliki bentuk seperti layar perahu sebagaimana diceritakan nenek moyang pertama Suku Ende Lio datang menggunakan perahu.
Di puncak bagian atas terdapat dua ornamen yang memiliki simbol yaitu kolo Musalaki (kepala rumah keda) dan kolo  ria (kepala rumah besar) dimana diyakini kedua bangunan memiliki hubungan spiritual.

Gambar 4 Ilustrasi














BAB III
KESIMPULAN

1.1.  KESIMPULAN

Arsitektur tradisional Musalaki Suku Ende Lio benar-benar merupakan ungkapan dan cerminan sosial budaya masyarakatnya sebagai rumah adat  kepala suku, Sehingga setiap hasil karya yang diciptakan tersebut benar-benar mempunyai landasan yang kuat dan khas, baik strukturnya, bentuk, tata ruang, dan juga pemakaian ornamen-ornamennya. Bentuk yang khas dan spesifik tersebut mampu menampilkan bentuk yang selaras dengan lingkungannya, terdapat kontradiksi bentuk yang ditemukan sehingga ada keserasian antara alam dan lingkungan binaan yang diciptakan.
Sehingga bentuk yang mempunyai dasar yang kuat dan ciri khas tersebut mudah diingat dan dikenal orang pengamat sebagaimana elemen-elemen yang ditampilkannya secara kompak dan menyatu.
Hasil analisis disimpulkan bahwa aristektur tradisional Musalaki Suku Ende Lio mempunyai keragaman struktur konstruksinya. Mulai dari struktur pondasi, struktur lantai struktur kolom, struktur tiang dan struktur kuda-kuda  semuanya merupakan bagain-bagian dari struktur konstruksinya pada bangunan Musalaki arsitektur Ende Lio yang mempunyai karakteristik bentuk dan fungsinya masing - masing.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/11684730/TIPOLOGI_BENTUK_DAN_POLA_TATA_MASSA_PERMUKIMAN_ARSITEKTUR_RUMAH_SUKU_LIO_DESA_WOLOGAI_TENGAH_KABUPATEN_ENDE_NTT